welcome

Kamis, 07 Mei 2009

Kesabaran dalam penderitaan dakwah Rasulullah

KESABARAN NABI DALAM BERDAKWAH

Fitrie Wijaya

(Diambil dari Hayyatus Shahabah)

Ahmad meriwayatkan dari Anas r.a., katanya: Pernah Nabi saw. bersabda, “Tidak seorang pun yang pernah disakiti di jalan Allah lebih dari padaku. Tidak seorang pun yang pernah takut dalam jalan Allah lebih dari padaku. Pernah selama sebulan penuh aku dan Bilal tidak mendapatkan makanan kecuali hanya sedikit saja.” (Al-Bidayah jilid 3 halaman 47).

Thabrany meriwayatkan dalam kitab Al Ausath dan Al Kabir dari Agil bin Abi Thalib r.a. Katanya. “Pada suatu hari beberapa pemuka bangsa Quraisy datang menemui Abu Thalib di rumahnya dan melapor kepadanya, “Hai Abu Thalib, anak saudaramu (Muhammad) sering mengunjungi tempat kami berkumpul dan mencaci maki tuhan dan nenek moyang kami. Kami datang agar kamu cegah dia dari perbuatannya.” Setelah Abu Thalib menyuruh Agil untuk memanggil Nabi, maka beliau datang kepada Abu Thalib dengan keadaan yang sangat payah sekali. Abu Thalib berkata kepada beliau, “Hai anak saudaraku, sesungguhnya aku telah kenal baik kamu sebagai seorang yang taat. Sekarang kaummu datang kepadaku mengadukan segala perbuatanmu yang menyakiti mereka, karena itu aku minta supaya kamu tinggalkan perbuatanmu itu.” Ketika Nabi mendengar omongan Abu Thalib. beliau berkata sambi! melihat ke langit, “Demi Allah, hai pamanku, aku tidak akan meninggalkan sedikit pun tugas yang diberikan oleh Allah kepadaku ini walaupun mereka dapat menimpakan matahari itu.” Ketika Abu Thalib mendengar ketegasan ucapan Nabi maka dia berkata, “Demi Allah, aku yakin bahwa keponakanku tidak berdusta sedikit pun, karena itu pulanglah kalian.” (Haisamy jilid 6 halaman 14).

Baihaqy meriwayatkan: Abu Thalib berkata kepada Nabi saw. “Hai anak saudaraku. kaummu datang mengadukan kepadaku tentang perbuatanmu yang menyakiti hati mereka.,karena itu aku minta tinggalkan saja perbuatan seperti itu dan janganlah kamu bebankan kepadaku suatu urusan yang aku tidak sanggup memikulnya.” Di saat itu Nabi merasa bahwa pamannya (Abu Thalib) rela untuk membiarkannya diganggu orang lain dan tidak mau membelanya lagi, sehingga beliau berkata dengan wajah yang berlinang-linang, “Hai Pamanku, kalau sampai mereka meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku, aku tidak akan meninggalkan tugas ini sebelum aku menang ataupun aku mati karenanya.” Setelah Nabi pergi maka Abu Thalib memanggilnya kembali dan berkata, “Hai anak saudaraku, teruskan apa yang kamu lakukan dan kerjakan sesukamu. Aku tidak akan rela menyia-nyiakanmu sedikit pun.” (Al-Bidayah jilid 3 halaman 42).

Baihaqy meriwayatkan dari Abdillah bin Ja’far r.a. Katanya, “Ketika Nabi saw. berdakwah kepada salah seorang pemuka bangsa Quraisy setelah wafatnya Abu Thalib maka orang itu melempar tanah ke muka Nabi saw. Setelah Nabi pulang ke rumahnya salah seorang putrinya datang untuk membersihkan wajah beliau sambil menangis. Nabi menghibur putrinya dan berkata, “Hai putriku, janganlah kamu susah hati karena Allah selalu melindungi ayahmu. Dulu waktu Abu Thalib masih hidup, bangsa Quraisy tidak berani menggangguku. kini mereka berani.” (Al-Bidayah jilid 3 halaman 134).

Abu Nuaim meriwayatkan dari Abu Hurairah. “Setelah Abu Thalib wafat, bangsa Quraisy semuanya mulai bersikap keras terhadap beliau saw. sehingga Nabi berkata, “Hai Pamanku, alangkah cepatnya mereka bersikap keras kepadaku sepeninggalmu.” (Halya jilid 8 halaman 308).

Thabrany meriwayatkan dari Haris bin Haris r.a.. katanya. “Pernah pada suatu hari aku tanyakan pada ayahku tentang Jamaah yang sedang berkerumun. Ayahku berkata. “Mereka adalah orang yang sedang mengerumuni seorang yang mengaku jadi Nabi.” Ketika kami ikut berkumpul dalam rombongan itu kami dapatkan Nabi saw. sedang mengajak kaumnya untuk masuk Islam dan beriman. sedangkan kaumnya membantahnya dan menyakitinya sampai pada tengah hari. Setelah orang-orang itu bubar maka datanglah seorang wanita yang terbuka dadanya membawa kendi air. Kemudian Nabi saw. minum dan berwudhu dari air yang dibawa itu. Kemudian beliau berkata, “Hai Putriku, tutuplah dadamu dan jangan kawatir terhadap diriku.” Kami menanyakan siapakah perempuan itu. Jawab mereka Wanita itu adalah Zainab putri beliau saw.” (Ha.samv jilid 6 halaman 21). -

Thabrany juga menwayatkan dari Munbitul Azdy katanya-Aku lihat Rasulullah saw. di masa jahiliah ketika beliauberkata kepada orang Quraisy, -Hai kaumku. katakanlah bahwa tidak ada tuhan selain Allah, agar kamu selamat.” Di saat itu ada yang meludah, wajah beliau, sebagian lagi ada yang melemparkan tanah di atas kepalanya, bahkan sebagian lagi ada yang memakinya sampai tengah hari. Kemudian ada seorang wanita membawa kendi air datang kepada beliau dan beliau membasuh muka dan kedua tangannya sambil berkata kepada wanita itu Ha. putnku, janganlah kamu merasa khawatir terhadap diriku dan pembunuhan atau kehinaan. Ketika kutanvakan siapakah wanita itu? Mereka menjawab. “Wanita itu adaiah putri beliau Za.nab, seorang putri vang cantik.” (Haisamy jilid 6)

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Amru bin Ash. “Tidak pernah kusaksikan Quraisy berusaha membunuh Nabi saw. kecuali pada suatu hari yang telah direncanakan. vaitu sewaktu Nabi sedang shalat dekat Ka’bah. tiba-tiba Uqbah bin Muaiat datang mencekik Nabi dengan kain selendang kemudian kain itu ditariknya dengan keras sehingga Nabi terjatuh dan orang yang berada di sekitarnya ramai menjerit karena dikira beliau pasti terbunuh. Di saat itu tiba-tiba datanglah Abubakar dengan menarik Uqbah dari belakang untuk melepaskan Nabi saw. sambil berkata, “Apakah kamu akan membunuh seorang yang berkata, Tuhanku adalah Allah’?” Kemudian orang Quraisy yang sedang berkumpul itu menyingkir dan Nabi meneruskan shalatnya.

Setelah selesai shalat beliau lewat di tempat orang Quraisy yang sedang berkumpul sambil berseru, “Hai orang Quraisy, demi Allah, semoga Allah menurunkan azab-Nya bagi kamu sekalian.” Sambil mengisyaratkan tangannya pada leher beliau. Di saat itu Abu Jahal berkata. “Aku tidak bodoh.” Jawab Nabi, “Engkau termasuk salah seorang yang akan terbunuh.” (Kamzul Ummal jilid 2 halaman 327).

Ahmad meriwayatkan dari Urwah bin Zubair dari Abdullah bin Amru r.a. Katanya, “Aku bertanya pada ayahku Amru bin Ash. “Perlakuan apakah yang paling keras yang pernah dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap Nabi?” Jawab Amru, “Aku pernah saksikan beberapa pemuka Quraisy berkumpul dan berkata, “Tidak pernah kita lihat seperti kesabaran kami terhadap perbuatan Muhammad yang telah mencaci nenek moyang kami, menghina agama kami, memecah belah persatuan kaum kami dan bahkan menghina tuhan kami, sungguh hal ini bila kita biarkan pasti akan membawa malapetaka.”

Sewaktu mereka tengah berkumpul tiba-tiba Nabi saw. datang menuju Ka’bah dan berthawaf. Setiap kali Nabi melewati orang Quraisy mereka mengejek beliau dan beliau diam saja sambil meneruskan thawafnya. Pada kali yang kedua ketika mereka mengejek Nabi maka beliau berkata. “Hai kaumku, ketahuilah bahwa aku doakan semoga kamu kena bencana.” Ucapan nabi itu membuat hati mereka jadi takut dan salah seorang maju untuk menenangkan Nabi saw. Kemudian ketika mereka tengah berkumpul pada keesokan harinya, tiba-tiba Nabi datang mendekati Ka’bah maka mereka bangkit semuanya untuk mengikuti Nabi berthawaf sambil mengatakan kepada beliau, “Apakah kamu. hai Muhammad, yang mencaci maki tuhan kami dan nenek moyang kami?” Jawab Nabi, “Ya akulah yang mencaci tuhan dan nenek moyang kamu.” Kemudian salah seorang di antara mereka mencekik beliau dengan tali selendang. Ketika Abubakar melihat hal itu beliau bangkit dan mencegah orang itu sambil berkata, “Apakah kamu akan membunuh seorang yang mengatakan Tuhanku adalah Allah?” Kata Amru bin Ash, “Kemudian orang Quraisy tadi bubar semuanya dan itulah perlakuan Quraisy yang paling keras yang pernah kusaksikan. (Haisamy jilid 6 halaman 16).

Abu Ya’la meriwayatkan dari Ashma’ binti Abubakar r.a. katanya, “Tidak pernah aku lihat perbuatan Quraisy terhadap Nabi saw. melebihi dari perbuatan mereka yang dilakukan pada suatu hari terhadap beliau.” Pada suatu hari ketika mereka berkumpul di masjid sambil membicarakan perlakuan Rasulullah terhadap tuhan mereka dan ayah mereka, tiba-tiba datanglah Rasulullah ke dalam masjid mereka langsung bangkit untuk mengganggu beliau, sedangkan pada waktu itu juga ada seseorang yang berteriak kepada Abubakar, “Tolonglah sahabatmu Muhammad.” Abubakar bangkit segera ke tempat itu dan mencegah perbuatan mereka sambil berkata. “Celaka kamu sekalian, apakah kamu akan bunuh seorang yang bertuhankan Allah dan dia datang dengan bukti dari Allah?” Kemudian Abubakar kembali ke tempat kami sambil melemparkan empat buah kantungnya dan bertasbih kepada Allah. (Haisamy jilid 6 halaman 17).

Al Bazzar meriwayatkan dalam kitab Masnadnya dari Muhammad bin Aqil katanya, “Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib pernah berkhutbah di hadapan kaum Muslimin dan beliau berkata, “Hai kaum Muslimin. siapakah orang yang paling berani?” Jawab mereka. “Orang yang paling berani adalah engkau sendiri hai Amirul Mukminin.” Kata Ali, “Orang yang paling berani bukan aku tapi adalah Abu Bakar. Ketika kami membuatkan Nabi gubuk di medan Badar, kami tanyakan siapakah yang berani menemani Nabi saw. dalam gubuk itu dan menjaganya dari serangan kaum musyrik.’ Di saat itu tidak ada seorang pun yang bersedia selain Abu Bakar sendiri. Dan beliau menghunus pedangnya di hadapan Nabi untuk membunuh siapa saja yang mendekati gubuk Nabi saw. Itulah orang yang paling berani.”

Pada suatu hari juga pernah aku saksikan ketika Nabi sedang berjalan di kota Mekkah. datanglah orang musyrik sambil menghalau beliau dan menyakiti beliau dan mereka berkata, “Apakah kamu menjadikan beberapa tuhan menjadi satu tuhan?” Di saat itu tidak ada seorang pun yang berani mendekat dan membela Nabi selain Abu Bakar. Beliau maju ke depan dan memukul mereka sambil berkata, “Apakah kamu hendak membunuh orang yang bertuhan Allah?”

Kemudian Ali sambil mengangkat kain selendangnya beliau mengusap air matanya. Kemudian Ali berkata, “Adakah orang yang beriman dari kaum Firaun yang lebih baik dari Abu Bakar?” Semua jema’ah diam saja tidak ada yang menjawab. Jawab Ali selanjutnya, “Demi Allah, sesaat dengan Abu Bakar lebih baik daripada dengan orang yang beriman dari kaum Firaun walaupun mereka sepenuh dunia, karena orang beriman dari kaum Firaun hanya menyembunyikan imannya sedang Abu Bakar menyiarkan imannya.”‘ (Al-Bidayah jilid 3 halaman 271).

Albazzar dan Thabrany meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. katanya, “Ketika Nabi saw. sedang bershalat di masjid, tiba-tiba Abu Jahal bersama kawannya Syaibah dan Utbah bin Rabiah, Ukbah bin Muait. Umayah bin Khallaf dan dua orang lagi bersepakat untuk mengambil kotoran unta untuk dilemparkan pada Rasulullah yang sedang bersujud.” Ukbah bin Abi Muait bangkit mengambil kotoran unta dan ditumpahkan pada punggung beliau yang sedang bersujud. Kata Ibnu Mas’ud, “Waktu itu aku langsung bangkit tidak dapat berbuat sedikit pun karena aku orang lemah.” Ketika berita itu didengar oleh Sitti Fatimah putri beliau, maka Sitti Fatimah mengambil kotoran itu dari bahu Nabi dan dicampakkan pada orang Quraisy sambil mencaci mereka. Cacian itu tidak dibalas sedikit pun oleh mereka. Setelah Nabi selesai dari shalat beliau berdoa, “Tolonglah aku dari kaum Quraisy - tiga kali - Ya Allah, tolonglah aku dari Utbah, Ukbah, Abu Jahal dan Syaibah.”

Sewaktu Nabi keluar dari masjid beliau bertemu dengan Buthury bin Hisyam dan menanyakan, “Apakah yang menyebabkan mukamu murung?” Kata Nabi saw., “Tak ada apa-apa dan biarkan saja aku berjalan.” Kata Abul Buthury bin Hisyam, “Demi Allah, aku tak akan” biarkan kamu berjalan sebelum kamu beritahukan apakah sebabrya kamu susah?” Dengan terpaksa Nabi berkata kepadia Abul Buthury, “Abu Jahal menyuruh orang untuk melemparkan kotoran kepadaku.” Setelah Abul Buthury mengajak Nabi kembali ke dalam masjid maka beliau berjalan bersamanya sampai di tempat Abu Jahal dan kawannya.

Sesampainya di hadapan Abu Jahal maka Abul Buthury (yang masih kafir) bertanya, “Hai Abu Jahal, apakah kamu menyuruh seorang untuk melemparkan kotoran pada Muhammad?” Jawab Abu Jahal. “Benar.” Kemudian Abul Buthury mengangkat cemetinya dan dipukulkan pada Abu Jahal.

Semua orang yang berada di sekitar Abu Jahal bergemuruh hendak membelanya. Abu Jahal berteriak, “Biarkan saja dia berbuat, karena itu adalah haknya untuk membelanya dan ketahuilah ini adalah perbuatan Muhammad yang senang untuk memecah belah persatuan kita, dan dia ingin menyelamatkan dirinya sendiri.” (Haisamy jilid 6 halaman 18).

Thabrany meriwayatkan dari Ya’kub bin Utbah katanya, “Pada suatu hari Abu Jahal menyakiti Nabi saw. sewaktu beliau di bukit Safa. Pada waktu itu Hamzah bin Abdul Mutalib sedang datang dari berburu karena dia suka berburu. Ketika sampai di rumahnya beliau mendengar apa yang dilakukan Abu Jahal terhadap Nabi dan isterinya. Kemudian Hamzah langsung pergi ke masjid dengan peralatannya dan langsung menuju ke tempat Abu Jahal bersama kawannya. Sesampainya beliau langsung memukul Abu Jahal dengan busur panah di atas kepalanya sampai luka. Ketika orang-orang yang berada di sekitarnya mencegahnya, beliau berkata, “Agama Muhammad adalah agamaku. aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Demi Allah, jika kamu membelanya hadapilah aku.” Ketika Quraisy tahu bahwa Hamzah telah masuk Islam, mereka merasa bahwa Islam dan kaum Muslimin makin jaya dan mereka takut karena Hamzah pasti akan membela Islam. (Haisamy jilid 9 halaman 267).

Thabrany meriwayatkan dari Muhammad bin Kaab Al Kurazy. katanya, “Ketika Hamzah baru pulang dari berburu dia bertemu dengan seorang wanita dan berkata, “Hai Abu Umarah. tahukah kamu apa yang dilakukan Abu Jahal Ibnu Hisyam terhadap keponakanmu Muhammad?” Kata wanita itu, “Ya. Demi Allah, banyak orang yang menyaksikan perbuatan itu.”

Hamzah segera menuju ke Safa. Sampai di depan Abu Jahal didapatkan Abu Jahal dan kawannya sedang duduk di Safa. Sesampainya Hamzah bertanya kepada Abu Jahal. “Adakah kamu tadi berkata ini dan itu dan berbuat ini dan itu?” Kemudian Hamzah mengambil busur panahnya dan memukulkan pada kepala Abu Jahal sampai luka sambil berkata, “Terimalah pukulan dengan busur ini kalau perlu dengan pedang. Ketahuiah aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan ia telah membawa agama yang benar dari Allah.” Jawab mereka, “Hai Abu Umarah, Muhammad telah mencaci tuhan kami.” (Haisamy jilid 9 halaman 267).

Baihaqy meriwayatkan dari Abbas bin Abdul Muthalib r.a. katanya, “Pada suatu hari ketika aku berada dalam masjid, Abu Jahal berkata. “Demi Allah, jika aku lihat Muhammad sampai bersujud pasti aku akan injak lehernya.” Setelah kudengar perkataan Abu Jahal itu maka aku pergi menyampaikan omongan Abu Jahal kepada beliau saw. Dengan segera Nabi saw. keluar dan menuju masjid. Aku berkata dalam hatiku. “Hari ini adalah hari naas sekali.” Kemudian aku berpakaian dan mengikuti Nabi dari belakang. Nabi sampai di masjid dan shalat membaca surat Al Alaq. Di saat itu ada seorang yang mengatakan pada Abu Jahal. “Hai Abal Hakam, Muhammad berada di sini sedang shalat.” Jawab Abu Jahal, “Apakah kamu tidak melihat apa yang kulihat? Demi Allah, langit menutupi pandanganku dari Muhammad.” Ketika Nabi selesai membaca akhir surat Al-Alaq beliau segera bersujud. (Al-Bidavah jilid 3 halaman 43).

Ibnu Saad meriwayatkan dari Baraa bin Tajraat katanya, “Pada suatu hari Abu Jahal bersama kawannya datang dan mengganggu Nabi saw. Mendengar hai itu maka seorang bernama Tulaib bin Umair menghajar Abu Jahal sampai terluka dan kawan Abu Jahal menangkap Tulaib. Di saat itu Abu Lahab bangkit membela Tulaib. Ketika berita ini sampai pada Urwia maka ia berkata, “Sebaik-baik hari baginya adalah waktu dia membela anak pamannya.” Ketika Abu Lahab mendengar bahwa Urwia telah masuk Islam, maka Abu Lahab datang kepadanya dan memarahinya. Kata Urwia kepada Abu Lahab., “Pergilah ke rumah keponakanmu (Muhammad) jika beliau menang, maka kamu dapat bebas memilih, jika tidak maka kamu terlepas dari tanggungan.” Jawab Abu Lahab, “Buat apa aku harus takut dengan keponakanku, padahal kami akan dibantu oleh seluruh bangsa Arab karena dia membawa agama baru.” (Al-Lasabag jilid 4 halaman 227).

Thabrany juga meriwayatkan dari Qatada katanya, “Ketika Ummi Kalsum binti Rasulullah kawin dengan Utaibah bin Abi Lahab, waktu itu Rukayah binti Rasulullah telah kawin dengan kakak Utaibah yang bernama Utbah bin Abi Lahab. Keduanya tidak mempunyai anak sampai Nabi diutus. Ketika Allah menurunkan surat Al-Lahab maka Abu Lahab berkata kepada kedua putranya, “Hai kedua putraku. mulai sekarang jangan kamu mendekati lagi sebelum kamu ceraikan kedua puteri Muhammad.” Isteri Abu Lahab juga berkata kepada kedua puteranya. “Hai kedua puteraku, ceraikan kedua putri Muhammad karena mereka masuk Islam.” Ketika Utaibah telah menceraikan isterinya Ummi Kalsum maka isterinya diantarkan ke rumah Nabi. Sesampai di rumah beliau saw.. Utaibah berkata, “Aku tak senang dengan agamamu dan aku ceraikan puterimu, mulai sekarang jangan kamu datang kepadaku dan aku tidak akan datang kepadamu.” Kemudian sewaktu hendak keluar dia menerjang Rasulullah sampai pakaian beliau robek. Kata Nabi kepada Utaibah. “Semoga kamu dibunuh oleh anjing buas.” Setelah itu. ketika Utaibah pada suatu hari keluar bersama rombongan dagang Quraisy di Syam, tiba-tiba rombongan itu bertemu dengan serigala pada malam hari. Kemudian serigala itu menjauh dari mereka.

Di saat itu Utaibah berkata. “Demi Allah, serigala itu pasti akan membunuhku seperti doa Muhammad.”

Sewaktu mereka tidur dan Utaibah berada di tengah rombongan maka serigala itu menerkam kepala Utaibah hingga terbunuh. Kemudian kedua puteri Nabi dikawini oleh Usman bin Affan yaitu setelah Rukayah meninggal kemudian Usman kawiu dengan Ummi Kalsum. (Haisamy jilid 6 halaman 18).

Thabrany meriwayatkan dalam kitab Ausath dari Rabiah bin Ubaid Daily katanya. “Alangkah banyaknya cerita vang kudengarkan dari kamu tentang penyiksaan Quraisy terhadap did Nabi saw. padahal aku sendiri sering menyaksikan perlakuan Abu Lahab dan Ukbah bin Abi Muait terhadap beliau yang saling bertetangga dengan beliau. Rumah Nabi berada di antara rumah Abu Lahab dan Ukbah bin Abi Muait.

Abu Lahab sering melemparkan kotoran binatang dan darahnya ke rumah Nabi sedangkan Nabi sering membersihkan kotoran itu dengan ujung busur panah sambil berkata, “Hai kaum Quraisy, ketahuilah bahwa orang ini adalah sebusuk-busuknya tetangga.” (Haisamy jilid 6 halaman 21),

Bukhary meriwayatkan dari Urwah bin Zubair r.a. katanya. “Aisyah pernah bertanya kepada Nabi saw.. “Adakah suatu kesusahan yang lebih daripada hari Uhud?”

Jawab Nabi saw., “Perlakuan kaummu pada waktu Aqabah adalah hari yang paling susah sekali bagiku, yaitu ketika aku mengajak kaummu untuk masuk Islam, aku ditantang oleh Ibnu Abdi Yalail bin Abdi Kalal. Sehingga aku pulang dalam keadaan lemah dan aku pingsan. Ketika aku berada di Tsaalaib aku lihat langit tengah berawan dan aku lihat malaikat Jibril datang kepadaku untuk menghiburku dan berkata, “Allah telah mendengarkan segala ucapan kaummu dan Allah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk kamu perintahkan sekehendakmu.”

Kemudian Malaikat penjaga gunung berseru kepadaku, “Hai Muhammad, apakah kamu inginkan untuk aku timpakan kedua gunung ini kepada mereka?”

Jawab Nabi, “Tidak, aku harap semoga akan keluar dari cucu mereka orang-orang yang menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu.” (Bukhary jilid 1 halaman 458). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa’iy.

Musa bin Uqbah meriwayatkan dalam kitab Ma’hazy dari Ibnu Syihab katanya, “Setelah Abu Thalib wafat, Nabi’ saw. pergi ke Thaif dengan harapan untuk minta perlindungan.

Di Thaif Nabi menemui tiga orang pemimpin suku Tsaqif yang bernama Abdu Yalil, Hubaib dan Mas’ud bin Amru. beliau menerangkan maksud kedatangannya di Thaif dan mengeluh kepada mereka tentang perlakuan kaum Ouraisy kepada beliau.

Keluhan Nabi itu tidak ditanggapi dengan baik oleh mereka, bahkan Nabi mendapatkan perlakuan yang lebih buruk dari perlakuan orang Ouraisy. (Fathul Bary j’ilid 6 halaman 198).

Abu Nuaim menyebutkan dalam kitab Dalailun Nubuwah halaman 103 dari Urwah bin Zubair r.a. katanya. “Setelah Abu Thalib wafat maka kaum Ouraisy bertambah keras dalam perlakuannya kepada berm: sehingga beliau pergi ke Thaif dengan harapan untuk minta perlindungan.

Di Thaif beliau menemui tiga pemuka suku Tsaqif yang bernama Abdu Yalil bin Amru, Hubaib bin Mas’ud dan Mas’ud bin Amru. Nabi mengeluh kepada mereka dan perlakuan orang Ouraisy dan mengajak mereka untuk menolongnya dalam menyiarkan Islam.

Salah seorang itu ada yang menjawab, “Jika benar Allah mengutusmu maka aku akan curi selambu Ka’bah.”

Jawab yang lain, “Demi Allah, setelah majlis ini aku akan berkata dengan kamu sedikit pun, jika kamu memang benar diutus oleh Allah maka aku tak dapat lagi berbicara denganmu karena kedudukanmu terlalu tinggi.”

Yang satu lagi berbicara, “Apakah Allah tidak dapat memilih orang lain untuk menjadi utusannya?”

Omongan ketiga pemimpin itu didengar oleh semua orang suku Tsaqif sehingga mereka keluar dan mencari Rasulullah.

Mereka duduk jadi dua barisan pada jalanan yang dilalui oleh Nabi sambil melempari kaki beliau sampai berdarah.

Dalam kitab Al Bidayah disebutkan dari Musa bin Uqbah katanya, “Penduduk kota Thaif menghadang Nabi di tcngah perjalanan dan melempari beliau dengan batu sehingga kedua kaki beliau berdarah.

Akhirnya Nabi meninggalkan kota Thaif setelah putus asa dari mereka.

Nabi berkata kepada mereka. “Jika kamu telah berlaku demikian terhadapku sebaiknya jangan kamu terangkan kepada orang lain agar kamu tidak dituntut oleh kaumku (Quraisy) atau perbuatanmu.”

Mereka tidak mau menurut bahkan Nabi dihalau oleh mereka sampai ke dinding Utbah dan Syaibah bin Rabiah yang waktu itu sedang berada dekatnya.

Setelah itu Nabi berdoa untuk meminta pertolongan dari Allah. “Ya Allah, aku adukan kepada-Mu kelemahanku dan aku adukan pula penghinaan orang terhadapku. wahai Tuhan yang Maha Belas Kasih. Engkau adalah Tuhan kaum yang lemah dan Tuhanku. kepada siapakah akan kamu serahkan aku. apakah kepada orang jauh yang akan berlaku jahat kepadaku. ataukah kepada musuh yang akan menindasku. Asalkan Engkau tidak marah kepadaku pasti hal itu tidak akan perdulikan. tetapi perlindungan dapat melindungiku. karena itu aku berlindung kepada-Mu dari kemurkaan-Mu dan aku serahkan utusanku kepada-Mu sampai Engkau meredhaiku.”

Ketika Utbah dan Syaibah melihat perlakuan orang Tsaqif itu maka keduanya merasa kasihan pada beliau dan menyuruh budaknya yang bernama Addas seorang Nasrani untuk mengirimkan sepiring buah anggur.

Setelah anggur itu diletakkan di hadapan Nabi maka beliau mengambilnya dengan membaca “Bismillah” dan memakannya.

Ketika mendengarkan ucapan Bismillahi. Addas sangat tertegun sekali dan berkata. “Ucapan semacam ini tidak pernah kudengarkan dari mulut seorang pun dari penduduk kota ini. demi Allah.” Nabi bertanya, “Hai Addas, dari manakah kamu asalnya dan apakah agamamu?”

Jawab Addas, “Aku adalah seorang Nasrani dari Ninuwa.”

Tanya Nabi, “Apakah kamu dari kota Nabi Yunus bin Matta?”

Jawab Addas, “Apakah yang engkau ketahui tentang Yunus bin Matta?”

Jawab Nabi, “Beliau adaiah seorang Nabi seperti aku.”

Ketika mendengarkan jawaban Nabi, langsung Addas bertiarap menciumi muka. tangan dan kaki beliau.

Setelah Addas kembali maka kedua majikannya yang menyaksikan dari jauh kelakuan Addas bertanya, “Hai Addas, mengapa kamu cium tangan, kepala dan kaki orang itu?”

Jawab Addas, “Hai tuanku, tidak seorang pun di muka bumi ini yang lebih mulia dari orang itu (Muhammad) karena dia telah memberitahu tentang kenabian Yunus dan hai itu tidak ada yang tahu kecuali seorang Nabi.

Kedua majikan itu berkata, “Hai Addas, awas kamu jangan sampai tergelincir dari agamamu karena agamamu lebih baik dari agamanya.” (Al Bidayah jilid 3 halaman 135-136).

Ibnu Mardawiah meriwayatkan dari Aisyah katanya, “Abu Bakar pernah berkata, “Sayang kamu tidak lihat ketika aku dan Nabi tengah berada dalam gua Tsaur. Waktu itu kedua kaki beliau berdarah sedang kedua kakiku sendiri bengkak seperti batu yang keras dan mengkilap.”

Kata Aisyah, “Memang Nabi saw. tidak biasa keluar tanpa terompah.” (Kanzul Ummal jilid 8 halaman 329).

Bukhary, Muslim dan Tirmizy meriwayatkan dari Anas bin Malik, “Ketika muka Nabi terluka pada peperangan Uhud sampai pecah tulang rahang dan mukanya, beliau sambil mengusap darah dari mukanya berkata, “Bagaimanakah suatu kaum akan selamat setelah melukai dan memecahkan tulang rahang Nabinya?” Kemudian waktu Nabi mendoakan mereka Allah menurunkan ayat: “Urusan itu bukan urusanmu sedikit pun.”

Thabrany meriwayatkan dari Abi Said r.a. katanya, “Ketika Nabi terluka wajahnya di medan Uhud, darah yang mengalir dari wajah beliau itu diminum oleh Malik bin Sinan dan ditelannya.

Nabi saw. bersabda, “Siapa yang ingin mengetahui darahnya bercampur dengan darahku,maka lihatlah orang ini (Malik bin Sinan).” (Jam’ul Tawaid jilid 2 halaman 47).

Tahyalisy meriwayatkan dari Aisyah r.a. katanya, “Abu Bakar bila ingat medan Uhud berkata, “Hari itu adalah milik Thalhah semua.”

Kemudian berkata, “Pada hari Uhud aku adalah orang yang pulang terlebih dahulu, ketika itu aku lihat seorang yang berjuang fisabilillah dan ketika kutanyakan siapakah orang itu maka dijawab bahwa orang itu adalah Himyah.

Ketika aku berada dekat dengan kaum Musyrikin, aku lihat seorang berjalan sangat cepat sekali. Waktu kudekati orang itu ternyata Abu Ubaidah Ibnul Sarrah, kemudian kami berhenti di tempat Nabi saw. yang telah terluka wajahnya disebabkan dua besi yang masuk ke rahangnya.

Ketika kami sampai di tempat Nabi menyuruh kami untuk melihat keadaan Thalhah namun perintah itu aku tangguhkan karena aku akan mencabut besi yang melekat pada wajah Nabi saw.

Abu Ubaidah bersumpah, “Aku bersumpah dengan nama Allah agar kamu tinggal sendiri mencabut potongan besi dari wajah beliau.”

Setelah aku pergi untuk melihat Thalhah maka Abu Ubaidah mengeluarkan potongan besi itu dari wajah beliau dengan giginya sehingga giginya rontok satu bersama potongan besi.

Kemudian aku balik dan ingin melakukan seperti yang dilakukan oleh Abu Ubaidah. Namun setelah itu Abu Ubaidah bersumpah dan menyuruh aku pergi.

Setelah aku pergi Abu Ubaidah mencabut sisa potongan besi yang ada di wajah beliau dengan giginya sehingga giginya rontok satu lagi bersama potongan besi yang keluar.

Setelah kami rawat keadaan Rasulullah maka kami menuju mencari Thalhah dan kami dapatkan beliau telah kena luka tujuh puluh tiga tusukan pedang tombak dan panah dan seluruh jari tangannya putus.

Talhah kami rawat dengan baik. (Al Bidayah Jilid 4 halaman 29).

INTISARI

Dengan memahami riawayat diatas, jelas bahwa kita ummat Islam harus semakin bersyukur terhadap Allah SWT. Demikian pedihnya perjuangan Nabi dalam menegakkan Agama, dengan penuh kesabaran dan ke telatenan. Tidak mengedepankan emosi (lihat doa nabi untuk kaum thaif diatas).

HASILNYA?

Dengan kesabaran beliau menghadapi orang yang jaahil (bodoh), islam bukan surut, namun justru berkembang pesat hingga hari Qiyamat.

Mari Kaum Muslimin, tingkatan persaudaraan sesama, bangun islam dengan kelembutan dan jauhi pertengkaran insya Allah akan mendapat Rahmat.

Hujuraat 10. Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tulis komentar anda